Pelanggaran
Etika Bisnis
PELANGGARAN
HAK CIPTA TANPA MEMBAYAR ROYALTI UNTUK PRODUSER
Dwi Cahyanti
Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaku bisnis dalam menjalankan bisnis
menggunakan etika bisnis, bentuk pelanggarannya,
faktor penyebabnya, dan cara mengatasinya.
Dari hasil
studi kepustakaan diperoleh bahwa pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya
melakukan pelanggaran etika bisnis. Bentuk
pelanggaran etika bisnis yang dilakukan adalah pelanggaran hak cipta yang mengandung unsur keperdataan.
Faktor Penyebab terjadinya pelanggaran adalah minimnya pengetahuan dan informasi
mengenai Hak Cipta. Cara mencegahnya adalah pemegang hak cipta dapat
melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga.
Kata kunci : Etika Bisnis, Hak Cipta
1.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Dunia bisnis saat ini mengalami perkembangan yang
cepat, tidak hanya menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha,
tetapi mempunyai kaitan secara luas. Perkembangan ini perlu diimbangi dengan
aturan-aturan atau norma-norma yang dapat mengatur bisnis itu sendiri. Bisnis
yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika bisnis adalah suatu bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para pelaku-pelaku bisnis.
Masalah etika dan ketaatan pada hukum yang berlaku merupakan dasar yang kokoh
yang harus dimiliki para pelaku bisnis dan akan menentukan tindakan apa dan
perilaku bagaimana yang akan dilakukan dalam bisnisnya.
Dalam era globalisasi ini banyak sekali terjadi
pelanggaran etika bisnis salah satu bentuk pelanggaran etika bisnis adalah
pelanggaran hak cipta. Dari sudut perlindungan hak cipta Rekaman suara (sound
recording) merupakan hasil penyempurnaan dari serangkaian suara-suara baik
yang berasal dari musik, suara manusia dan atau suara-suara lainnya. Yang dianggap
sebagai pencipta dari sound recording adalah pelaku/performer (dalam
hal pertunjukan) dan atau produser rekaman (record producer) yang telah
memproses suara-suara dan menyempurnakannya menjadi sebuah rekaman final.
Hak cipta pada sebuah rekaman suara tidak dapat
disamakan dengan, atau tidak dapat menggantikan hak cipta pada komposisi
musiknya yang menjadi dasar rekaman suara tersebut.
Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UU
Hak Cipta”), perlindungan hak cipta atas komposisi musik disebut pada Pasal 12 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta,
sementara perlindungan hak cipta atas rekaman suara disebut pada Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU Hak Cipta.
Cover version atau cover merupakan
hasil reproduksi atau membawakan ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah
direkam dan dibawakan penyanyi/artis lain. Untuk lagu-lagu cover yang
diciptakan untuk tujuan komersial, pencantuman nama penyanyi asli saja pada
karya cover tentu tidak cukup untuk menghindari tuntutan hukum
pemegang hak cipta.
Agar tidak melanggar hak cipta orang lain, untuk
mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik
orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin
(lisensi) dari pencipta/pemegang hak cipta.
Royalti atas mechanical right yang diterima dibayarkan
oleh pihak yang mereproduksi atau merekam langsung kepada pemegang hak
(biasanya perusahaan penerbit musik (publisher) yang mewakili pencipta
lagu).
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar
kita menggunakan etika didalam menjalankan bisnisnya? Jika tidak, bagaimanakah
bentuk pelanggarannya?
2.
Apakah faktor-faktor penyebab pelanggaran tersebut?
3.
Bagimana cara mengatasinya?
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak menyimpang dari
pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan hanya pada pelanggaran etika
bisnis dalam hal ini pelanggaran hak cipta tanpa membayar royalti untuk
produser
1.4 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui bentuk pelanggaran etika bisnis yang
dilakukan oleh pelaku bisnis
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pelanggaran
tersebut.
3. Untuk mengetahui cara mengatasinya.
2. Landasan Teori
2.1 Etika Bisnis
Etika bisnis
(business ethic) dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata
cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan
moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/social, dan
pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis
(Muslich dalam Hardjanto, 2005). Karena etika tdak hanya menyangkut masalah
pemahaman terhadap aturan penyelenggaraan perusahaan, maka (Hardjanto : 2005) mengartikan
etika bisnis sebagai batasan-batasan social, ekonomi, dan hukum yang bersumber
dari nilai-nilai moral masyarkat yang harus dipertanggungjawabkan oleh
perusahaan dalam setiap aktivitasnya.
2.2 Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Menurut Sony Keraf (1998) prinsip-prinsip etika bisnis
adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia
untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa
yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip
kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara
jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak
didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat
perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa
dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern
dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip
keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional objektif, serta dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Prinsip
saling menguntungkan (mutual benefit principle), menuntut agar bisnis
dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip
integritas moral, terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku
bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama
baik pimpinan maupun perusahaannya.
2.3
Pelanggaran
Etika Bisnis
Pelanggaran etika bisnis adalah
penyimpangan standar – standar nilai (moral) yang menjadi pedoman atau acuan sebuah perusahaan
(manajer dan segenap karyawannya) dalam
pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
Dalam era kompetisi yang ketat ini, reputasi
perusahaan yang baik, yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive
advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting
untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Banyak hal
yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh
para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Praktek bisnis yang
terjadi selama ini dinilai masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan
kerapkali diwarnai praktek-praktek tidak terpuji atau moral hazard.
2.4 Bentuk Pelanggaran Etika Bisnis
Berbagai bentuk
pelanggaran yang dilakukan pelaku bisnis atau produsen yaitu:
1.
Pemalsuan merk dagang
2.
Ketidaksesuaian materi atau bahan suatu produk
3.
Labelisasi produk
4.
Pembajakan Hak Cipta
5.
Kelayakan menggunakan suatu produk
2.5 Faktor Penyebab Pelanggaran Etika Bisnis
1.
Kurangnya kesadaran moral utilarian (moral yang
berkaitan dengan memaksimumkan hal terbaik bagi orang sebanyak mungkin)
2.
Menurunnya formalism etis (moral yang berfokus pada
maksud yang berkaitan dengan perilaku dan hak tertentu
3.
Pandangan yang salah dalam menjalankan bisnis (tujuan
utama bisnis adalah mencari keuntungan semata, bukan kegiatan social)
4.
Kurangnya pemahaman tentang prinsip etika bisnis
5.
Rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan serta
informasi mengenai bahan, material berbahaya
6.
Rendahnya tanggung jawab social atau CSR (Corporate
Social Responsibility)
7.
Undang – undang atau peraturan yang mengatur
perdagangan, bisnis dan ekonomi masih kurang
8.
Lemahnya kedudukan lembaga yang melindungi hak – hak
konsumen
2.5
Pengertian dan Ruang Lingkup Hak Cipta
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah melahirkan manusia lebihkreatif dan inovatif. Kreatifitas ini
di antaranya mencakup pada bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan.
Dengan kemampuan manusia melahirkan
kreatifitas, kini muncul upaya-upaya untuk memberikan perlindungan dan
penghargaan atas keberhasilan dalam melahirkan kreatifitas tersebut. Bentuk
dari perlindungan dan penghargaan ini saat ini dikenal dengan istilah hak
kekayaan intelektual.Salah satu bagian dari hak kekayaan intelektual yang
melingkupi pada bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan dikenal dengan istilah
hak cipta.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
L.J. Taylor menyatakan hak cipta
melindungi suatu ekspresi dari sebuah ide,sedangkan ide yang belum diwujudkan
belum dilindungi. Dari pengertian ini sangat jelas bahwa hak cipta
diberikan hanya pada karya-karya yang merupakan penuangan ide
secara nyata, bukan sekedar gagasan
dan ide semata.
Karakteristik hak cipta mencakup pada: Pertama,
pemegang hak cipta terdiri dari pencipta atau penerima hak; Kedua, hak
eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak; Ketiga; dapat diberikan hak
eksklusif tersebut kepada pihak lain dengan memberi izin; Keempat, hak cipta
timbul secara otomatis; hak cipta mencakup pada bidang seni, sastra dan ilmu
pengetahuan. Hak cipta memiliki dua macam hak, yakni hak moral dan hak ekonomi.
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta.
2.6 Peraturan Hak Cipta
Undang-undang Hak
Cipta (UUHC) pertama kali diatur dalam Undang-undang No.6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta. Kemudian diubah dengan Undang-undang No.7 Tahun 1987. Pada tahun
1997 diubah lagi dengan Undang-undang No.12 Tahun 1997. Di tahun 2002, UUHC
kembali mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun
2002.Beberapa peraturan pelaksana yang masih berlaku yaitu :
1. Peraturan Pemerintah RI No.14 Tahun 1986 Jo Peraturan Pemerintah
RI No.7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta;
2. Peraturan Pemerintah RI No.1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau
Perbanyak Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian
dan Pengembangan;
3. Keputusan Presiden RI No.18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention
For The Protection of Literary and Artistic Works;
4. Keputusan Presiden RI No.19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO
Copyrights Treaty;
5. Keputusan Presiden RI No.17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Persetujuan
Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas Karya
Rekaman Suara antara Negara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa;
6. Keputusan Presiden RI No.25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan
Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara
Republik Indonesia dengan Amerika Serikat;
7. Keputusan Prcsiden RI No.38 Tahun 1993 tentang Pengesahan
Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta
antara Republik Indonesia dengan Australia;
8. Keputusan Presiden RI No.56 Tahun 1994 Mengenai Perlindungan Hukum Secara
Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Inggris;
9. Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.01-HC.O3.01 Tahun 1987 tentang
Pendaftaran Ciptaan;
10. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang
Penyidikan Hak Cipta;
11. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 Tahun 1990 tentang
Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
12. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang
Kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan
Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.
3. Metodologi
Penelitian
3.1 Data / Variabel Yang
Digunakan
Data yang penulis gunakan adalah data
sekunder. Data sekunder yaitu suatu pengumpulan data dan informasi yang di
peroleh dengan menggunakan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.
3.2
Metode Pengumpulan Data
Studi Kepustakaan
Dalam studi kepustakaan
penulis melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk penelitian
ini melalui refrensi yang terdapat pada diktat, literatur dan sumber
lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.
Pembahasan
4.1
Kasus Pelanggaran Hak Cipta Tanpa Membayar Royalti
Untuk Produser The National Music
Publishers’ Association VS Fullscreen
Terkait
dengan masalah lagu cover, sekitar pertengahan tahun lalu,
sekelompok perusahaan penerbit musik di Amerika Serikat (salah satunya adalah
Warner/Chappell Music milik Warner Music Group) yang diwakili oleh the National
Music Publishers’ Association, menggugat Fullscreen,
salah satu perusahaan pemasok video terbesar ke YouTube yang berkantor di Los
Angeles, di pengadilan distrik di Manhattan, Amerika Serikat, dengan alasan
bahwa banyak dari video-video pasokan Fullscreen, terutama versi coverdari
lagu-lagu hits dari artis-artis mereka, melanggar hak cipta mereka. Hal ini
sebagaimana disarikan dari The New York Times, www.nytimes.com,
edisi 7 Agustus 2013.
Fullscreen
mengklaim dirinya sebagai perusahaan media generasi baru yang membangun sebuah
jaringan global melalui channel-channel di YouTube bekerja
sama dengan ribuan kreator konten. Menurut Fullscreen, 15.000channel yang
mereka wakili total memiliki 200 juta pelanggan dan ditonton lebih dari 2,5
miliar orang per bulannya.
Di antara
video-video Fullscreen yang diputar YouTube adalah versi coverdari
lagu-lagu hits beberapa artis Penggugat, biasanya dibawakan oleh para amatir
atau semi profesional, yang ditampilkan tanpa izin publisher dan
pencipta lagu serta tanpa membayar royalti.
4.2 Bentuk
Pelanggaran yang Di lakukan
Bentuk
pelanggaran yang dilakukan adalah Pelanggaran hak cipta
yang mengandung unsur keperdataan dibuktikan dengan adanya kerugian dari pihak
pencipta atau pemegang hak ciptabaik secara materiil maupun imateriil, Pelanggaran Hak Cipta mechanichal right yang dilakukan oleh pihak Fullscreen. Banyak dari
video-video pasokan Fullscreen, terutama versi coverdari lagu-lagu
hits dari artis-artis the National Music Publishers’ Association, melanggar hak
cipta mereka.
4.3
Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Hak Cipta
1.
Rendahnya
Pengetahuan dan Informasi mengenai Hak Cipta
2.
Kurangnya
pemahaman tentang pelanggaran Hak Cipta
4.4 Cara Mengatasi Pelanggaran
Apabila
pelanggaran hukum hak cipta ini dilihat dari sisi keperdataan, maka pemegang
hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga.
Di
dalam Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran
hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan
atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”
Selanjutnya
di dalam Pasal 56 ayat (3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan
melalui peran aktif hakim berupa pengeluaran perintah kepada pelanggar
untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan
atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Upaya
pencegahan selain yang di atur sebagaimana tersebut di atas, dapat dilakukan
juga melalui permintaan dari pihak yang merasa dirugikan. Model ini dikenal
dengan istilah penetapan sementara pengadilan atau injunction. Biasanya, permintaan
seperti ini terjadi tatkala hakim sebelum memeriksa gugatan tersebut.
Ada
beberapa tujuan tatkala ada pihak yang merasa dirugikan meminta untuk dilakukan
penetapan sementara. Tujuannya adalah
- Mencegah
berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang
diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan,
termasuk tindakan importasi
- Menyimpan
bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut
guna menghidari terjadinya penghilangan barang bukti.
- Meminta
kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan
bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak
pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Akan
tetapi, sangat jarang pihak pemegang hak cipta mengambil Upaya hukum keperdataan ini. Ada beberapa alasan
pihak pemegang hak cipta jarang melakukan upaya ini, di antaranya:
1.
Proses keperdataan biasanya,membutuhkan
biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit
2.
Proses keperdataan biasanya menuntut
pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan Merupakan hasil
elaborasi dari ketentuan yang mengatur dan penjelasan tentang penetapan
sementara yang terdapat di dalam ketentuan UU Hak Cipta. Hal ini tentu di
anggap sebagai hal yang tidak produktif
3.
Sedikitnya atau minimnya pengetahuan
pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak terkecuali dalam konteks
penyelesaian sengketa.
5.
Penutup
5.1
Kesimpulan
1. Pelaku
Bisnis Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis dalam menjalankan bisnisnya dengan bentuk
pelanggaran adalah pelanggaran hak cipta yang mengandung unsur
Keperdataan
2. Faktor-Faktor
penyebab terjadinya Pelanggaran Hak Cipta adalah kurangnya pengetahuan pelaku
bisnis mengenai Hak Cipta
3. Cara
Mencegah Pelanggaran tersebut adalah apabila terjadi pelanggaran pemegang hak
cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga.
5.2
Saran
1. Pelaku bisnis harus
lebih paham mengenai Hukum Hak Cipta
2. Pelaku Bisnis harus
mengetahui segala hal tentang etika bisnis agar tidak melakukan pelanggaran.
Daftar
Pustaka
Edy Damian, Hukum Hak
Cipta UU No. 19 Tahun 2002, Bandung, Alumni, 2004.
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
Riswandi, Budi. 2007. Jurnal Permasalahan Hak Cipta. Universitas Islam
Indonesia Zakiah,Yunita.2014.Jurnal
Etika Bisnis. Jakarta dalam