Selasa, 30 Desember 2014

Bulan Yang Tak dapat Disentuh


kamu itu bagaikan bulan di mataku
saat aku melihatmu
aku merasa dekat denganmu
karna kau selalu ada di sekelilingku

namun saat aku tersambar
aku baru merasa tersadar
bulan yang selama ini dekat
tak dapat ku peluk erat

malam semakin larut
hatiku pun menjadi kalut
saat ku tahu kau tertutup kabut

 By : DC

Tugas 4 - Moralitas Koruptor


MORALITAS KORUPTOR
Jurnal Penelitian

Diajukan guna melengkapi salah satu syarat penilaian semester 7
Mata Kuliah Etika Bisnis
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma


Nama                     :   Dwi Cahyanti
NPM                      :   12211231
Kelas                      :   4EA17
Dosen                     :   Bonar S. Panjaitan





FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014

ABSTRAK


Dwi Cahyanti, 4EA17, 12211231
MORALITAS KORUPTOR
Jurnal. Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2011
Kata kunci: Moralitas Koruptor, Moralitas Semakin Parah

(11 halaman)
            Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui alasan terjadinya korupsi, alasan korupsi sulit untuk di berantas, dampak atas adanya tindak korupsi di sektor ekonomi serta siapa yang harus bertanggungjawab atas adanya tindak korupsi.
.           Dari hasil penelitian dapat diketahui alasan terjadinya tindak korupsi adalah keserakahan, kebutuhan, kesempatan, dan pengungkapan. Korupsi sangat sulit diberantas karena korupsi itu sudah sangat mendarah daging dalam diri bangsa.
Dampak atas tindak korupsi di sektor ekonomi salah satunya adalah Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri. Yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi adalah seluruh elemen bangsa yang ada dalam sebuah negara.


Daftar Pustaka ( 2004-2013)




BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Salah satu bentuk msalah moral di Indonesia adalah maslah korupsi, yang memang Indonesia dikenal sebagai juaranya korupsi di dunia. Sudah bertahun-tahun Indonesia berperingkat terbawah sebagai negara terkorup di dunia dan seakan-akan tak ada yang beranjak dari masalah keburukan ini. Lantas, banyak orang berpikir bahwa korupsi yang sudah sedemikian parah ini dihubungkan dengan masalah moral. Akar permasalahan utama korupsi di Indonesia adalah moralitas bangsa yang bobrok, korup dan ambruk. lemahnya standar moral inilah yang menyebabkan kita sekarang mengalami banyak sekali penyelewengan dan kejahatan terutama “korupsi”, lebih-lebih korupsi dalam bentuk conflict of interest.
Saat ini, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberikan hadiah kepada pejabat atau pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan seperti itu tampak sama dengan sistem upeti yang dulu pernah terjadi di bangsa ini. Dan, kebiasaan koruptif inilah yang lama-kelamaan akan menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.

1.2         Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1        Rumusan Masalah
1.      Berikan contoh kasus moralitas koruptor !
2.      Mengapa korupsi bisa terjadi ?
3.      Mengapa korupsi sulit di berantas ?
4.      Bagaimana dampak atas terjadinya korupsi di sektor ekonomi ?
5.      Siapa yang harus bertanggungjawab atas terajadinya korupsi ?

1.2.2        Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak menyimpang dari pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan hanya pada alasan korupsi terjadi, korupsi sulit di berantas, dampak korupsi di sektor ekonomi serta pihak yang bertanggung jawab atas adanya korupsi.


1.3         Tujuan Penelitian
1.      Untuk memberikan contoh kasus moralitas koruptor
2.      Untuk mengetahui alasan korupsi bisa terjadi
3.      Untuk mengetahui alasan korupsi sulit di berantas
4.      Untuk mengetahui dampak atas terjadinya korupsi di sektor ekonomi
5.      Untuk mengetahui pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya korupsi



BAB II
LANDASAN TEORI
2.1     Pengertian Moralitas
Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.

Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
1.    Franz Magnis Suseno
Moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
2.    W. Poespoprodjo
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
3.    Immanuel Kant
Moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
4.    Emile Durkheim
          Moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.

Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.

2.2     Pengertian Korupsi
Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.
Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Masih banyak lagi pengertian-pengertian lain tentang korupsi baik menurut pakar atau lembaga yang kompeten. Untuk pembahasan dalam situs MTI ini, pengertian "korupsi" lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.

Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.   Objek Penelitian
         Objek penelitian ini adalah Moralitas Para Koruptor

3.2.   Data / Variabel Yang Digunakan
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu suatu pengumpulan data dan informasi yang di peroleh dengan menggunakan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.

3.3.   Metode Pengumpulan Data
Studi Kepustakaan
Dalam studi kepustakaan penulis melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini                melalui refrensi yang terdapat pada diktat, literatur dan sumber lainnya  yang berkaitan dengan penelitian ini.



  
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1       Kasus Moralitas Koruptor “Masalah Moralitas Semakin Parah”
SATUHARAPAN.COM – Penangkapan terhadap Akil Mochtar yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi adalah pertanda yang makin jelas terpuruknya penyelenggaraan negara di Indonesia, terutama dalam hal etika dan moralitas. Sebab, praktik korupsi dan suap di antara pejabat penyelenggara negara adalah bukti nyata rendahnya moral dan etika. Ini sumber utama sehingga bangsa kita terus dirundung masalah.
Penangkapan pada hari Rabu (2/10) malam itu juga terhadap anggota DPR, kandidat dan juga kepala daerah. Sebelumnya ada deretan panjang nama-nama anggota DPRD, DPR, bupati, wali kota, gubernur, pimpinan partai, dan menteri yang sedang menghadapi tuntutan hukum atau sudah divonis dalam perkara korupsi.
Hal ini makin nyata bahwa persoalan terbesar pada bangsa ini bukan yang utama pada sistem atau aturan, tetapi pada moralitas dan etika. Sebaik apapun aturan, tetapi dijalankan oleh pejabat yang moralitasnya buruk, aturan akan diselewengkan.
Kasus ini menegaskan jawaban atas pertanyaan tentang potret kondisi bangsa yang selama ini muncul. Mengapa yang melanggar aturan dibiarkan saja melanggar, bahkan yang dilanggar adalah konstitusi? Karena pejabat dengan moralitas rendah memanfaatkan kekacauan untuk kepentingannya sendiri.
Mengapa upaya untuk membangun ikatan kebangsaan yang lebih kuat justru diganggu oleh mereka yang duduk di jabatan penyelenggara negara? Karena keretakan dalam bangsa ini adalah celah bagi mereka yang berwatak kriminal. Mengapa korupsi terus terjadi? karena banyak kekuasaan diraih dengan cara-cara yang licik dan digunakan untuk tujuan yang kepentingan sendiri.
Kasus penangkapan Ketua MK adalah tragedi. Sebab, pada lembaga ini sengketa antar lembaga negara diputuskan, atau undang-undang dan peraturan di bawahnya bisa dianulir, serta sengketa pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah diputuskan.Lembaga ini memiliki mandat yang besar dan penting, bahkan tidak ada banding atas apa yang diputuskan. Artinya, final dan berlaku seperti yang ditetapkan. Bisa diukur betapa besar kerusakan yang terjadi dalam kehidupan kenegaraan jika orang tidak bermoral dan beretika duduk di lembaga ini, bahkan menjadi ketuanya.
Masalah moral memang tidak akan selesai oleh dibuatnya aturan-aturan, apalagi orang berwatak kriminal yang menjalankan aturan tersebut. Kesigapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap pelaku kasus ini pun bukan jaminan moralitas akan membaik. Perbaikan sistem juga bukan jaminan terbangunnya moralitas yang baik.
Moralitas dibangun melalui keteladanan para tokoh, elite dan sumua yang ada di pusat kekuasaan, dan pusat kebudayaan. Dan sekarang ini adalah era Indonesia miskin keteladanan. Kita bahkan prihatin  menyaksikan upaya Gubernur DKI Jakarta membenahi Ibu kota dengan cara yang lebih baik juga dilawan oleh elite bangsa ini yang sarat kepentingan dan beroral rendah.
Bahkan juga sikap naif dan diskriminatif terhadap seorang lurah di Jakarta pun dibela secara buta oleh pejabat penyelenggara negara dan elite bangsa ini. Ini krisis moralitas. Oleh karena itu, masalah ini jangan hanya dibatasi pada kasus di MK, tetapi keseluruhan penyelenggara negara, di semua level.
Bangsa ini secara nyata memerlukan perbaikan moralitas dan etika. Ini jelas pernyataan yang menyakitkan, tetapi tak bisa dielakkan oleh kenyataan pahit dari hari ke hari yang dihadapai rakyat. Dan untuk itu diperlukan upaya yang mendasar, yang tidak bisa diserahkan kepada elite sekarang yang gagal dalam moralitas.
Harus ada upaya dari rakyat untuk menolak setiap figur yang buruk moralitasnya, dan memberi ruang lebih banyak bagi yang punya kredibilias untuk tampil sebagai pemimpin. Beri jalan lebih terbuka bagi yang moralitas dan etikanya baik, bukan atas dasar identitas yang sering menyesatkan. Ini pilihan tunggal atau kita membawa Indonesia pada era yang lebih tragis.
Editor : Sabar Subekti
4.2     Alasan Korupsi Dapat Terjadi
                        Siapapun cenderung melakukan korupsi, tidak ada batasan umur, pendidikan, jabatan, jenis kelamin, beragama atau tidak. Semua orang memiliki kecenderungan untuk satu hal ini, meskipun dilakukan secara tidak sengaja atau tanpa sadar. Entah itu karena keadaan, trend, ajakan teman, setia kawan, terpaksa, kebutuhan mendesak dan lain sebagainya. Ini bukan menuduh siapapun melakukan korupsi, tapi 'cenderung' untuk melakukan tindakan korupsi.
Menurut Arvin K Jain, "Corruption: A Review", Concordia University, Journal of Economics Survei, Vol.15 No.1, 2001. Korupsi terjadi jika tiga hal terpenuhi, yaitu:
1.    Seseorang memiliki kekuasaan termasuk untuk menentukan kebijakan publik dan melakukan administrasi kebijakan tersebut
2.    Adanya economics rents, yaitu manfaat ekonomi yang ada sebagai akibat kebijakan publik tersebut
3.    Sistem yang ada membuka peluang terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik yang bersangkutan.

Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
1.    Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
2.    Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3.    Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4.    Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

 3.3     Alasan Korupsi Sulit Di Berantas
Jika ditanya soal bagaimana memberantas korupsi dari negeri ini? penulis rasa ini tidak ada yang bisa menjawab selain diri kita sendiri. Sekarang, jangankan hal-hal yang besar yang melibatkan uang negara.
Ada 4 hal yang membuat korupsi sulit di berantas atau tumbuh tidak terkendali, yaitu :
1.      Sistem pemerintahan yang memungkinkan dan memberikan peluang untuk melakukan korupsi
2.      Semakin menurunnya moralitas, akhlak, dan kesadaran masyarakat
3.      Pandangan hidup yang matrealistik, sekuler, kapitalis, komunis, dan melupakan keberadaan Allah SWT dalam kehidupan
4.      Kurang aktifnya masyarakat dalam mengontrol
Menurut Deputi Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) Wizral Yanuar, ada beberapa hal yang membuat korupsi sulit dihilangkan di Indonesia.
1.    Korupsi adalah kejahatan yang terorganisir dan melibatkan aparat
2.    Korupsi merupakan rantai kejahatan yang panjang, akibatnya sulit untuk mencari alat bukti guna mengusut atau menuntaskan kasus korupsi.
3.    Locus dilicti (tempat dan lokasi kejadian) dalam kasus korupsi terkadang bersifat lintas negara.
4.    Alat atau sarana kejahatan semakin canggih.
5.    Adanya persepsi dari masyarakat Indonesia dalam memandang korupsi. "Saat ini korupsi, dipandang sebagai kebiasaan"
6.    Kasus korupsi itu terkadang melibatkan banyak pihak dan berbelit.


3.4     Dampak Adanya Korupsi Di Sektor Ekonomi
1.    Bantuan pendanaan untuk petani, usaha kecil, koperasi tidak pernah sampai ke tangan masyarakat, yang artinya korupsi mengahambat pembangunan ekonomi rakyat.
2.    Harga barang menjadi mahal
3.    Sebagian besar uang hanya berputar pada segalintir orang elit ekonomi ekonomi dan elit politik saja
4.    Rendahnya upah buruh
5.    Produk petani indonesia tidak dapat bersaing
6.    Korupsi membuat utang bangsa Indonesia menjadi banyak
7.    Korupsi mengurangi minat para investor untuk menginvestasikan uangnya di Indonesia
8.    Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.

4.5     Pihak Yang Bertanggung Jawab Akan Adanya Korupsi
Pihak yang bertanggungjawab akan adanya tindak korupsi adalah seluruh elemen bangsa dalam sebuah negara dan bukan hanya tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata. Peran kita sebagai harapan bangsa selain memberantas korupsi yang ada dalam diri sendiri juga berkewajiban memberantas korupsi yang sudah menjadi mata pencaharian para kelompok-kelompok orang tertentu. Membangun kesadaran mengenai upaya pemberantasan korupsi juga harus dilakukan sejak dini. Penanaman nilai harus dilakukan kepada generasi muda yang notabene merupakan calon penerus jalannya republik ditahun-tahun mendatang.
  
BAB V
PENUTUP
5.1         Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan, diantaranya :
1.      Alasan terjadinya tindak korupsi adalah keserakahan, kebutuhan, kesempatan, dan pengungkapan.
2.      Korupsi sangat sulit diberantas karena korupsi itu sudah sangat mendarah daging dalam diri bangsa.
3.      Dampak atas tindak korupsi di sektor ekonomi salah satunya adalah Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
4.      Yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi adalah seluruh elemen bangsa yang ada dalam sebuah negara.

5.2     SARAN
Korupsi tidak dapat di hindari karna setiap manusia cenderung melakukan tindak korupsi, oleh karena itu, sejak dini kita harus menanamkan kejujuran dalam diri karna korupsi itu bisa timbul karna banyak hal dan perkuat iman semoga dengan keimanan yang kuat kita tidak mudah tergoda untuk melakukan tindak korupsi.
Untuk para penegak hukum negara jangan sampai tergiur dengan uang panas maupun kekuasaan yang di tawarkan dari tindak korupsi dan gunakan hukuman yang tepat untuk para koruptor.


DAFTAR PUSTAKA
Astry, Ricka. 2012. Etika bisnis, Korupsi, Penyebab dan dampak korupsi terhadap bisnis. Tersedia di http://rickaastry.wordpress.com/2012/11/05/4-etika-bisnis-korupsi-faktor-penyebab-dan-dampak-korupsi-terhadap-bisnis/
Google. 2013. Mengapa Korupsi Di Indonesia Sulit Di Berantas tersedia di

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing

Nurdjana. 2005. Korupsi Dalam Praktik Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Subekti, Sabar. 2013. Moralitas Semakin Parah. Tersedia di

Suyitno. 2006. Korupsi, Hukum dan Moralitas Agama. Palembang: Gama Media.